Pages

Sabtu, 24 September 2011

Waspada Dengan Kejahatan di Angkot

Beberapa minggu ini berita tentang kejahatan (khususnya perkosaan) di angkot di Jakarta mulai marak.  Berawal dari perampokan yang disertai pembunuhan dan perkosaan yang menimpa seorang mahasiswi di Jakarta Barat, diikuti laporan perkosaan di angkot di daerah Jakarta Selatan, membuat polisi “bereaksi”. Tanpa mengurangi rasa hormat, seperti biasa aparat mulai bertindak setelah ada kejadian (reaktif, dan cenderung kurang preventif). Berita ini semakin melebar setelah Bang Kumis melontarkan polemik tentang rok mini.  Sebenarnya  masalah kejahatan di angkutan umum, khususnya angkot bukan hal yang baru, dan kemungkinan orangnya juga itu-itu aja mengingat modus yang mirip.  Tengok aja forum-forum diskusi semacam Kaskus, banyak memuat cerita tentang testimoni orang yang menjadi korban kejahatan di angkot itu.
Nah, ternyata berita tentang kejahatan di angkot tidak cuma aku baca dan dengar, tapi aku alami dua hari lalu (21 Sept). Berawal dari kerja lembur yang membuat aku pulang lebih malam, masih jam 9 malam sih. Aku tidak terlalu kuatir karena busway masih ada, dan lalu lintas antara Slipi-Palmerah-Kebayoran Lama masih cukup ramai dan banyak pengguna angkot juga.
Aku naik angkot M09 (Tanah Abang - Kebayoran Lama) yang berisi sekitar 4 penumpang, cukup banyak. Jadi tidak ada kecurigaan akan ada yang bertingkah, apalagi masing-masing sepertinya naik di tempat berbeda. Di daerah Palmerah, dekat Kompas Gramedia, 3 orang naik. Salah satu langsung minta aku menggeser tempat duduk dan dia duduk di belakang supir. Salah satu langsung berada di pojok paling belakang dan satu lagi ngotot minta duduk di samping pintu. Mereka mulai ngobrol dengan nada emosi, seperti habis ada pertikaian dengan seseorang. Dari tampang mereka aku sudah curiga, tapi tetap mencoba tenang. Mendengar obrolan mereka, aku mulai was-was.
Salah satu mulai berbicara ke penumpang lainnya, termasuk aku. Dia bertanya apakah kami orang Palembang, kami turun dimana dan sebagainya. Wah, sudah mulai gak enak nih. Meskipun awalnya dia bertanya dengan sopan (”Maaf ya Bang, kalau kami tanya-tanya. Gak papa ya, lagi emosi soalnya. Tadi berantem sama orang dari sana” dsb). Lama-lama aku menemukan gelagat gak menyenangkan saat salah satu dari mereka minta untuk mengeledah tas penumpang. Dia berdalih apakah kami bawa pisau atau tidak.
Satu tas bapak-bapak digeledah, dan kemudian dikembalikan lagi termasuk handphonenya. Aku sudah rencana untuk turun, toh sudah dekat, tinggal 500 meter lagi. Kebetulan angkot berhenti sejenak di pertigaan Rawa Belong. Keraguanku membawa petaka buatku. Giliran tasku yang diperiksa, dan pas dia membuka, dia menemukan ada laptop di tasku. Pas dia menemukan laptop itu, pas tempat aku seharusnya turun. Aku minta tasku dikembalikan karena aku sudah mau turun. Eh, dia marah. Terbukalah kedoknya. Dia emosi.
Mendadak tasku terjatuh. Dengan nada emosi, dia menyuruh sopir angkot tetap menjalankan mobilnya, padahal aku mau turun. Herannya, sopir itu menurut. Kemudian tasku ditutup lagi dan diserahkan ke aku. Dia sempat mengacam akan menusuk aku, dan bilang kalau dia bawa pisau. Tidak ada penumpang lain yang bereaksi. Padahal diantara salah satu penumpang ada seorang petugas satpam.
Aku turun sambil memeluk tas ransel yang kubawa. Lho, kok rasanya kempes …. aku mulai curiga, dan spontan aku masuk lagi ke angkot. “Bang, balikin laptop saya!” kataku.
“Laptop apa, itu tadi jatuh di sana” katanya sambil menunjuk. Aku menoleh sebentar tapi tetap gak percaya.
“Udah turun buruan ambil”, teriaknya lagi. Aku turun sejenak.
Tapi aku masih merasa ragu. Kayaknya gak mungkin laptopku jatuh. Andaipun jatuh pun, aku harus memastikan dulu di dalam angkot. Penjahat itu memaksa sopir untuk segera menjalankan angkotnya, ini makin membuat aku curiga.
“Udah itu ambil, keburu diambil orang nanti” teriak penjahat yang duduk di belakang. Aku gak percaya. Saat angkot berjalan, aku memegang jendela dan sempat agak terseret sebelum akhirnya aku bisa masuk lagi. Si penjahat itupun makin marah dan teriak-teriak. Aku gak terlalu peduli. Aku tetap memaksa agar laptopku dikembalikan. Heran juga, dalam pikiranku cuma laptop. Pokoknya laptop itu harus kembali, gak terpikir hal lain termasuk keselamatanku.
“Ini bang barangnya”, mendadak gadis tanggung yang duduk di belakang berteriak. Nah, ketahuan deh. Penjahat itu mulai keki nampaknya. Akhirnya dikembalikanlah laptopku. Aku menerima laptop itu dengan amarah bercampur kelegaan. Sejenak aku duduk di trotoar sambil memasukkan laptop ke dalam tasku, dan memeriksa apakah ada barang lain yang hilang. Handphone yang kusimpan di tas juga masih ada. Fuihhh…. lega. Puji Tuhan. Meski demikian, aku masih cemas, takut dan marah atas kejadian itu.
Dalam perjalanan ke rumah, sempat terpikir nasib penumpang lain, terutama nasib gadis ABG yang menunjukkan keberadaan laptopku tadi. Aku cuma bisa berdoa semoga dia tidak diapa-apain. Lebih lagi, semoga para penjahat itu sadar dan tobat!
Sepertinya razia angkot yang sedang digalakkan oleh petugas belum terlalu efektif untuk menangkal kejahatan angkot. Para penjahat itu berani beraksi di keramaian. Perlu ada tindakan tegas dan petugas. Aku yakin, petugas bisa dengan mudah melacak para penjahat itu, sebagaimana dia berhasil menangkap pelaku pembunuhan+perkosaan di angkot M24.
Mungkin lain kali aku yang harus lebih preventif. Kalau ada sekelompok orang mencurigakan, mulai bertanya-tanya dan memeriksa barang meski bukan wewenangnya, mendingan kabur atau melawan. Setidaknya dari dulu modusnya masih mirip. Buat yang belum pernah mengalami, ini bisa dijadikan peringatan agar lebih waspada.
#berharap angkutan umum di manapun bisa aman dan nyaman...

WASPADALAH...WASPADALAH...!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar